Korupsi di Indonesia masih menjadi ancaman serius yang mengguncang fondasi sistem hukum sekaligus meruntuhkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Sepanjang awal 2025, sejumlah kasus korupsi besar terungkap dengan kerugian negara mencapai triliunan rupiah. Praktik korupsi ini bersifat sistemik dan melibatkan pejabat tinggi serta korporasi besar.
Tidak hanya di tingkat pusat, korupsi juga merambah ke pemerintah daerah, BUMN, hingga berbagai profesi dan jabatan publik. Sejak tahun 2004 hingga Mei 2025, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangani total sekitar 1.832 kasus korupsi dalam tahap penyelidikan, 1.694 kasus penyidikan, 1.420 penuntutan, 1.261 inkracht (putusan berkekuatan hukum tetap), dan 1.292 eksekusi hukuman.
Secara kumulatif, jumlah perkara yang ditangani KPK mencapai ribuan, dengan variasi tahunan yang menunjukkan peningkatan signifikan sejak awal berdirinya KPK hingga kini.
Fenomena ini menunjukkan bahwa korupsi telah menjadi momok yang mengakar dan dianggap sebagai budaya di berbagai lini pemerintahan dan sektor swasta.
Berikut beberapa kasus korupsi besar yang mengguncang Indonesia beserta dampaknya:
- Kasus Korupsi PT Pertamina menjadi sorotan utama dengan kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 968,5 triliun akibat penyalahgunaan tata kelola minyak mentah dan produk kilang selama 2018-2023. Kejaksaan Agung telah menetapkan sembilan tersangka, termasuk petinggi anak usaha Pertamina dan broker swasta.
- Kasus Korupsi PT Timah dengan kerugian negara mencapai Rp 300 triliun, melibatkan praktik ilegal dalam tata niaga timah dan kerusakan lingkungan yang sangat besar. Sebanyak 22 orang telah ditetapkan tersangka, termasuk petinggi PT Timah.
- Skandal BLBI yang merugikan negara Rp 138 triliun merupakan kasus lama yang hingga kini belum tuntas penyelesaiannya, menambah daftar panjang mega korupsi di Indonesia.
- Korupsi PT Asabri dan PT Jiwasraya: Kasus manipulasi investasi dan pengelolaan dana yang melibatkan perusahaan asuransi milik negara dan pihak swasta, dengan kerugian negara masing-masing Rp 22,7 triliun dan Rp 16,8 triliun.
- Kasus lain seperti korupsi di PT Trans Pacific Petrochemical Indonesia (TPPI) sebesar Rp 37,8 triliun dan dana pensiun PT Asabri dengan kerugian Rp 22,7 triliun juga menunjukkan betapa luas dan dalamnya jaringan korupsi di berbagai sektor.
Kasus-kasus tersebut tidak hanya menggerogoti keuangan negara, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum dan pemerintahan.
Korupsi yang melibatkan jaringan kompleks dan beruntun, mengakibatkan sulitnya penangkapan jika tidak disertai dukungan kuat aparat penegak hukum dan transparansi media.
Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 yang mengurangi peran KPK dan menempatkan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) sebagai filter awal diduga menghambat proses hukum dan membuka peluang penyalahgunaan, sehingga berpotensi melindungi koruptor.
Mengingat begitu panjang hasil rentetan korupsi yang tersalurkan, serta berbagai pihak yang berusaha saling melindungi satu sama lain, Fenomena “no viral no justice” menegaskan pentingnya peran media dalam mengawal proses hukum.
Namun, media juga harus menjaga independensi peradilan dengan tidak menjatuhkan vonis sebelum proses hukum selesai.
Selain itu, media juga harus berani menahan diri untuk tidak menggiring opini publik atau menciptakan kekacauan yang dapat memicu kecemasan dan potensi penyebaran hoaks di masyarakat.
Sikap ini penting agar media tetap berperan sebagai pengawal keadilan yang objektif dan bertanggung jawab.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia yang hanya mencapai 37 poin pada 2024 menegaskan bahwa upaya pemberantasan korupsi masih jauh dari kata berhasil.
Penegakan hukum harus lebih tegas dan transparan, tanpa hambatan birokrasi yang memperlambat proses penyidikan dan penuntutan korupsi.
Serta diperlukan penguatan peran KPK sebagai lembaga independen sangat penting agar tidak tergeser oleh lembaga lain dalam menangani kasus korupsi besar.
Selanjutnya, diadakan pendidikan anti-korupsi dan keterlibatan aktif masyarakat sipil untuk membangun budaya antikorupsi yang kuat di semua lini masyarakat.
Reformasi menyeluruh dalam tata kelola pemerintahan dan BUMN/BUMS menjadi keniscayaan untuk membangun sistem yang bersih dan berkeadilan demi masa depan bangsa.
Upaya pemberantasan korupsi harus menjadi prioritas nasional dengan sinergi antara pemerintah, penegak hukum, media, dan masyarakat agar kepercayaan publik terhadap sistem hukum dan pemerintahan dapat pulih dan terjaga.
Penulis: Putri Hidayatul Chasanah
Mahasiswa Hukum Universitas Tidar
Editor: Rahmat Al Kafi