Pengaruh Sosmed terhadap Elektabilitas Capres pada Pemilu 2024

Kampanye
Ilustrasi: istockphoto

Teknologi informasi dan komunikasi berkembang masif pada saat ini. Perkembangan ini juga berdampak terhadap media sosial sebagai sarana baru dalam berkomunikasi, tak terkecuali terhadap branding capres pada 2024 nanti.

Banyaknya penggunaan media sosial dan internet di Indonesia, tentu dapat digunakan sebagai media aktif komunikasi masyarakat terhadap politik. Hal ini menjadi jembatan bagi calon presiden sebagai “senjata” untuk menarik pemilih.

Melihat penggunaan media sosial ini didominasi oleh generasi Z yang merupakan generasi milenial, menjadi kunci menarik terhadap generasi muda untuk memilih pemimpin.

Media sosial aktif menjadi alat perhatian masyarakat dan pemilih, serta menjadi alat untuk menjatuhkan lawan sejak pemilu 2014. Pada saat itu, terjadi perang opini, meme, serta tagar yang berujung kepada persaingan masing-masing  kandidat.

Hal ini tentu menjadi persaingan panas mengingat media sosial bersifat interaktif dan tidak dibatasi oleh peraturan redaksi. Kampanye hitam, hoaks, serta berbagai masalah yang disebarkan oleh buzzer politik terkadang digunakan untuk meningkatkan eligitabilitas kandidat dan mengurangi eligitabilitas lawan (Sri Hadijah & Erna Kurniawati, 2022).

Dengan penggunaan media sosial oleh calon presiden yang saat ini sedang gencar-gencarnya untuk meningkatkan eligitabilitas publiknya, tentu akan lebih mudah untuk berbagi informasi serta meningkatkan kesadaran masyarakat untuk beralih menjadi pengikut serta pendukung paslon tersebut.

Hal ini dapat mempengaruhi opini publik terhadap pengetahuan politik, serta pilihan politik masyarakat. Penggunaan media sosial bagi capres saat ini sudah tidak lagi menjadi konsumsi politisi saja, tetapi siapa saja, karena akses informasi politik yang bersifat masif dan interaktif. Masifnya perkembangan media sosial pun juga mulai mengubah preferensi masyarakat.

Media sosial menjadi peluang bagi publik figur untuk merepresentasikan dan membangun opini publik. Tak terkecuali Presiden Republik Indonesia yaitu Joko Widodo. Jokowi aktif menggunakan platform media sosial Instagram.

Terhitung pada tanggal 13 Oktober 2023, dengan nama pengguna @jokowi memiliki pengikut sebanyak lima puluh lima juta lebih. Joko Widodo aktif menggunakan Instagram untuk memperlihatkan kesehariannya sebagai presiden Indonesia.

Pada tahun 2019, menjelang pemilihan presiden, Jokowi juga berkampanye melalui Instagramnya. Hal ini terbukti dengan kesesuaian Jokowi-Ma’ruf mencapai 40,9% di kalangan pengguna Instagram. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa media sosial Instagram Jokowi berpengaruh terhadap kelangsungan Pilpres 2019.

Pada Pilpres 2024 mendatang, media sosial akan tetap menjadi sarana partisipasi politik. Sarana ini juga dapat digunakan sebagai alat proses demokrasi serta kampanye politik yang dapat meningkatkan aksesibilitas kepada warga untuk terlibat dalam wacana politik, serta memberi masukan kepada pasangan calon.

Peran media sosial terdahap kampanye politik yaitu untuk meningkatkan jangkauan pesan serta aktivitas kampanye. Selain itu, media sosial juga dapat memperluas pendukung dengan target yang ditentukan. Media sosial juga berkontribusi dalam membangun interaksi langsung dengan pemilih melalui platform yang interaktif.

Pada Desember lalu, Komisi Pemilihan Umum (KPU) resmi menetapkan 17 partai politik nasional dan 6 partai politik lokal Aceh yang akan maju sebagai peserta Pemilu 2024. Lalu, menurut PKPU Nomor 3 Tahun 2022, masa Kampanye Pemilu 2024 berlangsung mulai tanggal 28 November 2023 sampai dengan tanggal 10 Februari 2024.

Sehingga masa kampanye pemilu 2024 dilaksanakan selama 75 hari, hal ini berbeda dari durasi sebelumnya yang mencapai lima bulan. Namun, keputusan ini diyakini sebagai keputusan yang tepat karena jadwal kampanye pemilu yang terlalu lama juga tidak menjamin kualitas pemilu menjadi lebih baik.

Dengan demikian, “pertempuran” sudah dimulai dari sekarang. Media sosial menjadi medan tempur sekaligus senjata ampuh untuk menarik pemilih, terutama pemilih muda. Tidak heran media sosial kini bisa menjadi sangat efektif dan efisien bagi para politikus dan partainya mengingat masa kampanye yang relatif singkat.

Bahkan, sejumlah tokoh dan politisi mulai aktif dan semakin intens menggunakan media sosial sebagai platform komunikasi kepada masyarakat. Pada dasarnya, media sosial menjadi tempat yang tepat bagi politisi untuk melakukan kampanye.

Hal ini dikarenakan, para politisi tidak perlu mendapatkan banyak massa untuk terjun langsung ke lapangan. Kampanye melalui media sosial juga dapat mengurangi politik uang, serta meningkatkan kualitas kampanye dengan menonjolkan sisi pendidikan politik pada generasi muda.

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menyebut media sosial telah menjadi salah satu sarana kampanye pemilu sejak 2019. Idham Holik, Ketua Divisi Bidang Teknis KPU menyatakan, bahwa aturan kampanye media sosial pemilu 2024 akan merujuk pada Pasal 47 ayat 2 (a) dan (b) PKPU Nomor 11 Tahun 2020.

Di mana partai politik dapat membuat akun resmi di media sosial untuk keperluan kampanye dengan beberapa ketentuan seperti paling banyak 30 (tiga puluh) akun resmi untuk aplikasi, untuk pemilihan gubernur dan wakil gubernur, serta paling banyak 20 (dua puluh) akun resmi untuk seluruh aplikasi, untuk pemilihan bupati dan wakil bupati serta walikota dan wakil walikota.

Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja menyatakan, kampanye di media sosial sejatinya tidak dilarang. Akan tetapi, kampanye di media sosial harus dibatasi agar tidak melampaui batas.

Penulis: Nasywa Azzahra
Mahasiswa Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Andalas

Editor: Ika Ayuni Lestari

Bahasa: Rahmat Al Kafi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *