Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Jakarta Pusat telah resmi mengeluarkan hasil putusan terhadap cawapres nomor urut 2, Gibran Rakabuming Raka pada Kamis (4/1/2024).
Dilansir dari CNNIndonesia.com, Bawaslu Jakarta Pusat memutuskan perkara bahwa aksi Gibran yang membagi-bagikan susu di arena Car Free Day (CFD) pada 3 Desember 2023 lalu merupakan tindakan pelanggaran.
Menurut Bawaslu Jakarta Pusat, temuan dengan nomor register 001/Reg/TM/PP/Kota/12.01/XII/2023 tentang adanya kegiatan pembagian susu (greenfields) oleh Gibran kepada warga yang berada di wilayah car free day Jakarta Pusat pada 3 Desember 2023 itu terdapat unsur kepentingan politik.
“Diduga terdapat unsur kegiatan untuk kepentingan partai politik dengan melibatkan calon anggota legislatif dan calon wakil presiden usungan partai politik, sesuai dengan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibu Kota Jakarta Nomor 12 Tahun 2016,” tulis surat Bawaslu Jakarta Pusat yang ditandatangani oleh Ketua Bawaslu Jakarta Pusat, Christian Nelson Pangkey, Rabu (3/1/2024).
Berdasarkan Pergub DKI Nomor 12 Tahun 2016, dilarang ada kegiatan yang berhubungan dengan kampanye politik selama ajang Car Free Day (CFD) atau Hari Bebas Kendaraan Bermotor Jakarta.
Meski demikian, Bawaslu Jakarta Pusat mengungkap bahwa pelanggaran yang dilakukan Gibran tersebut bukanlah pelanggaran pidana pemilu melainkan pelanggaran hukum lainnya.
Respons Yusril Ihza Mahendra
Setelah hasil putusan terhadap Gibran, Yusril Ihza Mahendra yang menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) mengkritik keras Bawaslu Jakarta Pusat.
Dilansir dari Kompas.com, Yusril yang juga merupakan pakar hukum tata negara menilai Bawaslu Jakarta Pusat telah melampaui wewenang dalam mengevaluasi potensi pelanggaran terhadap aturan di luar penyelenggaraan pemilu.
Menurut Yusril, Bawaslu seharusnya hanya berwenang memeriksa laporan yang melibatkan pelanggaran pidana pemilu.
Selanjutnya, Ketum Partai Bulan Bintang (PBB) itu melakukan analisis terhadap sejumlah pasal yang terkandung dalam Pergub Nomor 12 Tahun 2016.
Pasal 7 ayat (1) Pergub mencantumkan bahwa HBKB bisa dimanfaatkan untuk kegiatan lingkungan, olahraga, seni, dan budaya, sementara ayat (2) menegaskan bahwa HBKB tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan partai politik (parpol).
Dalam analisisnya, Yusril menyoroti ketidakjelasan dalam pasal-pasal tersebut, khususnya terkait siapa yang berwenang melakukan penyelidikan dan penuntutan dalam kasus pelanggaran Pergub 12/2016.
Selain itu, aturan tersebut tidak menguraikan sanksi yang akan diterapkan terhadap pelanggar.
Kemudian, Pasal 13 hanya mengatur tugas Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan Unit Kerja Perangkat Daerah (UKPD) terkait pengawasan dan pengendalian kegiatan organisasi masyarakat (ormas) atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang melakukan kegiatan untuk kepentingan parpol dan orasi yang bersifat menghasut.
Sementara itu, Satuan Pamong Praja hanya bertugas melakukan penjagaan, pengamanan, pembinaan ketertiban, serta penertiban terhadap pelanggaran selama HBKB.
Yusril menyimpulkan bahwa wewenang yang diberikan Badan Kesatuan Bangsa dan Politik DKI serta Satuan Pamong Praja (selaku SKPD/UKPD) dalam Pergub 12/2016 lebih bersifat persuasif daripada penegakan hukum atau penyidikan yang berujung pada pemberian sanksi.
Oleh karena itu, menurutnya, Gibran tidak seharusnya dijatuhi putusan pelanggaran apabila Bawaslu Jakarta Pusat bersikap bijak dan profesional.
Terakhir, Yusril berujar bahwa Bawaslu Jakarta Pusat seharusnya berani menyatakan sikap bahwa putusan pelanggaran terhadap Gibran adalah di luar wewenangnya.
Christopher
Pemerhati & Penganalisa Politik